BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu
realita sehari-hari di suatu ruang kelas ketika proses pembelajaran PKn
berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar peserta didik belum belajar.
Selama proses pembelajaran ada sebagian guru yang belum memberdayakan seluruh
potensinya sehingga sebagian besar peserta didik belum mampu mencapai
kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.
Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta
didik baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum,
teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual.
Kalau
merujuk kepada tujuan PKn, maka guru dituntut untuk menerapkan strategi
pembelajaran yang mampu memberikan pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), sikap kewarganegaraan (civic dispositions), dan
keterampilan kewarganegaraan (civic skills) secara terintegrasi. Lulusan
yang diperlukan tidak sekedar mampu mengingat dan memahami informasi tetapi
juga yang mampu menerapkannya secara kontekstual melalui beragam kompetensi. Di
era pembangunan yang berbasis ekonomi dan globalisasi sekarang ini diperlukan
warganegara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship), yang
mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan
menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap
dalam pengambilan keputusan.
Materi modul
strategi pembelajaran PKn ini menyajikan beberapa strategi pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan paradigma pembelajaran PKn mutakhir. Melalui sajian
yang praktis diharapkan dapat membantu para guru melaksanakan beberapa strategi
pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi peserta didik secara optimal sesuai
dengan potensi dan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan tuntutan
kehidupan masyarakat di masa depan. Informasi yang disajikan diharapkan
membantu guru untuk mengembangkan gagasan tentang penyediaan strategi mengajar
yang mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik.
Pedidikan Kewarganegaraan (PKn),
dalam konteks kurikulum persekolahan mempunyai kedudukan yang sangat penting
dan strategis. Hal ini dikarenakan salah satu tugas dan peran PKn adalah
menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa
(national and character building). Konsekuensinya dalam pelaksanaan proses
pembelajaran di sekolah harus dapat membantu siswa dalam mengembangkan potensi
serta kompetensi yang dimilikinya, baik potensi kognitif, afektif, maupun
prilaku dalam menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun lingkungan
sosial dimana mereka hidup.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa definisi Civic Knowledge?
2. Bagaimana Pembelajaran PKn untuk Civic
Knowledge?
3. Metode dan Teknik Apa yang Digunakan?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui apa definisi Civic
Knowledge.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran
PKn untuk Civic Knowledge.
3. Untuk mengetahui metode dan teknik
apa yang digunakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Civic Knowledge
Civic knowledge atau prngetahuan kewarganegaraan berkaitan
dengan kandungan atu isi apa saja yang seharusnya diketahui oleh warga negara.
National Center for leaning and citizenship (NCLC) menyatakan, civic knowledge
berisikan item pernyataan yang berkaitan dengan sejarah dan pengetahuan
kontemporer, seperti pemahaman tentang struktur dan mekanisme pemerintahan
konstitusional dan prinsip-prinsip yang melandasinya. Pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan civic knowledge itu meliputi Democracy and government
structure, Citizennship dan Civil society.
Oleh Margaret Stimman Branson (1998, 1999), komponen
pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan kedalam lima bentuk pertanyaan yang
terus menerus diajukan kepada peserta didik agar menjadi warga negara yang bisa
berfikir. Kelima pertanyaan ini sekarang telah diajarkan di sekolah – sekolah
Amerika Serikat dalam pelajaran Civics and Goverment.
1. Apa kehidupan kewarganegaraan,
politik, dan pemerintahan.
2. Apa fondasi-fondasi sistem politik
Amerika.
3. Bagaimana pemerintahan dibentuk oleh
konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan , nilai-nilai dan prinsip-prinsip
demokrasi Amerika.
4. Bagaimana hubungan negara Ameika
Serikat dengan negara lain dan posisinya mengenai masalah-masalah internasional.
5. Apa peran warga negara dalam
Demokrasi Amerika.
Selain contoh dari M.S Branson di atas, komponen pengetahuan
kewarganegaraan juga banyak dikembangkan oleh beberapa lembaga studi. Komponen
pengetahuan kewarganegaraan yang dikembangkan oleh Center for Indonesian Civic
Eduction (CICED) adalah.
1) Isi Civic Knowledge dalam PKn
Isi dari Civic Knowledge sebagaimana dikemukakan MS. Branson
diatas adalah untuk konteks pengajaran civic di Amerika Serikat sehingga wajar
isinya berkaitan dengan isi civics di Amerika. Dengan melakukan sedikit
perubahan, maka isi civic knowledge PKn Indonesia diwujudkan dengan lima
pertanyaan sebagai berikut.
a. Apa kehidupan kewarganegaraan,
politik, dan pemerintahannya.
b. Apa dasar sistem politik Indonesia.
c. Bagaimana pemerintahan yang dibentuk
oleh UUD 1945 mengejawantahkan tujuan, nilai, dan prinsip.
d. Bagaimana hubungan Indonesia dengan
negara lain dan posisinya mengenai masalah nasional.
e. Apa peran warga negara dalam
demokrasi Indonesia.
2) Aspek Kompetensi Pengetahuan Kewarganegaraan
(Civic Knowledge)
Adapun materi yang mencakup kedalam aspek pengetahuan adalah
sebagai berikut.
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi:
Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia,
Partisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap Negara kesatuan
republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan,
meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang
berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum, dan
peradilan internasional.
c. Hak asasi manusia meliputi : Hak dan
kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan
internasional HAM, pemajuan, penghormatan da perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga Negara meliputi :
Hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan
berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,
prestasi diri, persamaan kedudukan warga Negara.
e. Konstitusi Negara meliputi :
Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang
pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar Negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi :
Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah
pusat, demokrasi dan system politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, system pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila meliputi : kedudukan
Pancasila sebagai dasar Negara dan ideology Negara, proses perumusan Pancasila
sebagai dasar Negara, Pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi meliputi : Globalisasi
di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era gobalisasi, dampak
globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
mengevaluasi globalisasi.
B. Pembelajaran
Pkn Untuk Civic Knowledge
Model pembelajaran PKn harus disesuaikan dengan tujuan mata
pelajaran PKn, yaitu agar siswa mampu berpikir secara kritis, rasional, dan
kreatif; berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas; berkembang secara positif dan demokratis dan mampu berinteraksi
dalam hubungan antar warga. Jika menganalisis tujuan di atas, maka mempertegas
pemahaman kita bahwa hakikat pembelajaran PKn adalah wahana pengembangan
berpikir kritis peserta didik, bukan pembelajaran yang bersifat hafalan.Berpikir
kritis pada hakikatnya mengembangkan unsure pemikiran rasional dan empiris
berdasar pengetahuan ilmiah. Berpikir kritis merupakan reaksi atas berpikir
tradisional yang cenderung menutup-nutupi realitas, hanya untuk mendukung
status quo serta kelestarian kekuasaan yang ada.
Pembelajaran sebagai wahana berpikir kritis sebenarnya telah
menjadi tradisi dalam sosial studies dimana pendidikan kewarganegaraan (civil
education) sebagai intinya, yaitu tradisi “reflective inquiry”. Melalui tradisi
ini, pembelajaran sesungguhnya terpusat
pada siswa, karena siswalah yang menjadi subjek pembelajaran untuk melakukan
sendiri kegiatan menganalisis, mengkaji, beragumentasi, berpendapat, dan member
penilaian akademik atas materi PKn sedang guru bertugas memfasilitasi proses itu.
Dengan demikian pendekatan PKn yang ideal menekankan pada pendekatan yang
berpusat pada siswa (student centered approach).
1.
Pendekatan dan Strategi Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum didalamnya
mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoritis tertentu. Dilihat dari pendekatannya pembelajaran terdapat dua
jenis pendekatan, yaitu (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach) adalah
sesuatu yang ideal apabila pembelajaran PKn menggunakan pendekatan yang
berbasis pada siswa (student centered approach).
Seperti telah dikemukakan pada bab-bab awal, strategi
pembelajaran bergerak antara strategi ekspositori dan strategi discovery
(exposition discovery learning). Strategi ekspositori mencerminkan pendekatan
yang berpusat: pada guru, sedang strategi discovery merupakan cerminan dari
pembelajaran yang berpusat pada siswa. PKn yang ideal menekankan pendekatan
yang bersifat student centered dengan demikian strategi yang mendukungnya
adalah strategi pembelajaran discovery. Selain pilihan antara strategi
ekspositori dan strategi discovery
(exposition-discovery learning), strategi pembelajaran dapat dibedakan pula
antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif.
Pendekatan deduktif merupakan pendekatan yang mengutamakan penalaran dari umum
ke khusus.Pendekatan induktif merupakan pendekatan yang menyajikan penarikan
kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit (dari khusus menuju umum).
Pembelajaran tradisional umumnya adalah pembelajaran dengan
pendekatan deduktif, yaitu memulai dengan teori-teori dan meningkat ke
penerapan teori. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan deduktif dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Guru memilih konsep, prinsip, aturan
yang akan disajikan.
b. Guru menyajikan aturan, prinsip yang
bersifat umum, lengkap dengan definisi dan contoh-contohnya.
c. Guru menyajikan contoh-contoh khusus
agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan prinsip
umum yang didukung oleh media yang cocok.
d. Guru menyajikan bukti-bukti untuk
menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan umum itu merupakan gambaran
dari keadaan khusus.
Pembelajaran
induktif menggunakan penalaran atau pola pikir induktif, yaitu penyajian
contoh, kasus menuju kasimpulan. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
induktif dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Guru memilih konsep, prinsip, aturan
yang akan disajikan dengan pendekatan induktif.
b) Guru menyajikan contoh-contoh
khusus, prinsip, atau aturan yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum
yang terkandung dalam contoh.
c) Guru menyajikan bukti yang berupa
contoh tambahan untuk menunjang atau mengangkat perkiraan.
d) Guru menyusun pernyataan mengenai
sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah terdahulu.
e) Menyimpulkan, member penegasan dari
beberapa contoh kemudian disimpulkan dari contoh tersebut serta tindak lanjut.
Pembelajaran
dengan pendekatan induktif eketif untuk mengajarkan konsep atau
generalisasi.Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus
khusus menuju konsep atau generalisasi.Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang
kemudian membangun dalam suatu konsep atau generalisasi.
Bagaimana
dengan pembelajaran untuk mata pelajaran PKn?Dewasa ini guru-guru PKn/IPS sudah
terbiasa dan cenderung menggunakan pendekatan deduktif dalam mengajarnya. Kecenderungan
ini disebabkan oleh pendekatan deduktif yang tidak terlalu sulit untuk
dipraktekkan oleh siapa saja dan buku-buku PKn yang digunakan lebih menekankan
pada pendekatan deduktif, walaupun sudah ada yang memakai pendekatan induktif
meskipun bersifat semu.Padahal tujuan pendidikan dan kebijakan pengembangan
kurikulum telah memberi arah yang menuntut guru untuk menggunakan pendekatan
induktif.Dengan demikian amatlah ideal bila pembelajaran PKn menggunakan
strategi pembelajaran induktif.
Apakah
strategi pembelajaran deduktif tidak baik untuk pembelajaran PKn? Menurut Jean
Piaget, cara pembelajaran deduktif kurang tepat diberikan kepada anak SD.
Tingkat perkembangan intelektual siswa SD masih pada tahap berpikir konkrit.
Dalam memahami sesuatu konsep, siswa SD perlu diperkenalkan pada contoh-contoh
yang bersifat nyata lebih dulu.
2.
Model Pembelajaran Ranah Kognitif
Metode pembelajaran kognitif adalah model pembelajaran yang
menyatakan bahwa para peserta didik memproses informasi dan pembelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.Kognitif
mendiskripsikan belajar sebagai perubahan pengetahuan yang tersimpan dalam
memori. Oleh karena itu, proses belajar dipandang proses pengolahan informasi
yang meliputi tiga tahap, yaitu perhatian (attention), penulisan dalam bentuk
simbol (encoding), dan mendapatkan kembali informasi (retrieval).
Model ini bersumber dari aliran psikologi kognitif dengan
tokohnya antara lain David Ausubel, Jean Piaget, dan Jerome Bruner. Teori
kognitivisme yang dikembangkan oleh David Ausubel terkenal dengan teori belajar
bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam
informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan tedapat dalam struktur
kognitif seseorang.
Pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika
memenuhi prasyarat, yaitu.
a. Materi yang akan dipelajari
melaksanakan belajar bermakna secara potensial.
b. Anak yang belajar bertujuan
melaksanakan belajar bermakna.
Berdasarkan
pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausubel mengajukan 4 prinsip
pembelajaran sebagai berikut.
1) Pengatur awal (advance organizer). Pengatur
awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep
lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
2) Diferensiasi progresif. Dalam proses
belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep.
3) Belajar superordinat. Belajar
superordinatbadalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah
deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut.
4) Penyesuaian integratif. Pada suatu
saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama
konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama
diterapkan pada lebih satu konsep.
Jean
Piaget mengemukakan adanya tiga prinsip utama pembelajaran kognitif, yaitu
sebagai berikut.
a. Belajar aktif. Proses pembelajaran
adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar.
b. Belajar lewat interaksi sosial. Dalam
belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di
antara subjek belajar.
c. Belajar lewat pengalaman sendiri. Dengan
menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik
dari pada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Tokoh
aliran psikologi kognitif lain, Bruner mengenalkan model instruksional kognitif
yang sangat berpengaruh, yaitu belajar penemuan (discovery learning). Ia
menyatakan bahwa dalam belajar, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan,
yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu,
intuisi, dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka dalam pengajaran di
sekolah Brunner mengatakan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup hal
berikut:
a) Pengalaman-pengalaman optimal untuk
mau dan dapat belajar,
b) Perstrukturan pengetahuan untuk
pemahaman optimal,
c) Perincian utama penyajian materi
pembelajaran, dan
d) Cara pemberian “reinforcement”.
Dapat
disimpulkan bahwa konsep pembelajaran kognitif menuntut adanya prinsip-prinsip
utama sebagai barikut.
1) Pembelajaran yang aktif
2) Prinsip pembelajaran dengan
interaksi sosial untuk menambah khasanah perkembangan kognitif siswa dan
menghindari kognitif yang bersifat egosentris.
3) Belajar dengan menerapkan apa yang
dipelajari agar siswa mempunyai pengalaman dalam mengeksplorasi kognitifnya
lebih dalam.
4) Adanya guru yang memberikan arahan
agar siswa tidak melakukan banyak kesalahan dalam menggunakan kesempatannya
untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang positif.
5) Dalam memberikan materi kepada siswa
diperlukan penstrukturan baik dalam materi yang disampaikan maupun metode yang
digunakan.
6) Pemberian reinforcement yang berupa
hadiah dan hukuman pada siswa.
7) Materi yang diberikan akan sangat
bermakna jika saling berkaitan karena dengan begitu seseorang akan lebih terlatih
untuk mengeksplorasi kemampuan kognitifnya.
8) Pembelajaran dilakukan dari
pengenalan umum ke khusus (Ausubel) dan sebaliknya dari khusus ke umum atau
dari konkrit ke abstrak (Piaget).
9) Pembelajaran tidak akan berhenti
sampai ditemukan unsur-unsur baru lagi untuk dipelajari, yang diartikan
pembelajaran dengan orientasi ketuntasan.
C. Metode
dan Teknik Yang Digunakan
1.
Metode Discovery
Metode belajar yang menekankan kepada keterlibatan siswa
dalam proses belajar yang aktif berorientasi pada “discovery” dan atau
“inquiry”. Discovery (penemuan)
sering ditukar pemakainya dengan inquiry (penyelidikan),
metode discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu
konsep atau suatu prinsip. Ditinjau dari arti katanya, “discovery” berarti
menemukan dan “discovery” adalah penemuan. Sedangkan “inquire” berarti
menanyakan, meminta keterangan atau menyelidiki, dan “inquiry” berarti penyelidikan.
Dalam hubungannya dengan metode discovery-inquiry, Robert B menyatakan bahwa
“discovery” adalah proses mental dimana anak/individu mengasimilasi konsep dan
prinsip.
Suatu kegiatan “discovery” ialah suatu kegiatan atau
pelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Pengajar
“discovery” harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa
dapat mengembangkan proses-proses “discovery”.
2.
Metode Problem Solving
Problem solving merupakan kegiatan mencari pemecahan
suatu masalah secara rasional. Titik berat pada terpecahkannya masalah tersebut
secara rasional, logis dan tepat. Dalam inquiry
siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin (belief) di dukung oleh fakta, interpretasi, analisis, dan
pembuktian bahkan sampai pada alternatif pemecahan masalah. Hasil penelitian
Rohsidin (2010:177) menunjukan adanya perubahan perilaku demokratis siswa
setelah mengikuti pembelajaran PKn berbasis pemersalahan.
3.
Metode Inquiry
Antara metode inquiry (inquiry method) metode pemecaghan masalah
(problem solving method), maupun metode penemuan (discovery method)sesungguhnya
memiliki arti sejiwa yaitu sebagai suatu kegiatan atau cara belajar yang
bersifat mencari secara logis, kritis, analis menuju kesimpulan yang
meyakinkan. Menurut Hoge (1996), pengajaran inquiry
adalah pengajaran yang membantu siswa untuk menguji pertanyaan-pertanyaan,
isu-isu, atau masalah yang dihadapi siswa dan sekaligus menjadi perhatian guru.
Survie atau penelitian adalah hanyalah salah satu bentuk
saja dalam pengajaran inquiry. Ada beberapa bentuk pengajaran inquiry, yaitu: percobaan(experimen), studi kepustakaan (library research). Wawancara (interview), dan penelitian produk (product investigation). Dalam inquiry siswa mencari sesuatu sampai tingkatan yakin (belief) yang didukung oleh fakta,
interprestasi, analisis, dan pembuktian bahkan hingga pada alternatif pemecahan
masalah.
Pembelajaran inquiry merupakan
kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara
sistematis, kritis, logis, dan analis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.
4.
Teknik Peta Konsep
Peta konsep (concept map) pertama kali diperkenalkan oleh
Novak pada tahun 1985 dalam bukunya Learning
How to Learnsebagai suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara
visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan
propisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan (Dahar, 1989). Novak
menyatakan bahwa pemetaan konsep akan membantu para siswa membangun
kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat pada
suatu bidang studi.
Novak mengemukakan suatu gagasan bahwa agar konsep-konsep
yang dimilki siswa (mahasiswa) lebih bermakna dapat digunakan dengan peta
konsep. Gagasan ini didasarkan atas teori belajar kebermaknaan dari David P
Ausubel. Ausebel dalam Hizam Zaid dkk. (2002), menyatakan bahwa belajar
bermakna (meaningful learing) akan terjadi lebih mudah apabila konsep-konsep
baru dimasukan kedalam konsep-konsep yang lebih inklusif. Novak inilah yang
mengeluarkan gagasan tentang peta konsep atas dasar pikiran Ausabel. Ia
berhasil merumuskan peta konsep, yang tidak hanya mengedentifikasi butir-butir
konsep tetapi juga menggambarkan hubungan antar konsep. Dengan adanya ini
ditemukan teori bahwa:
a. Makna dari beberapa konsep akan
mudah dipahami dengan melihat hubungan antar satu konsep dengan konsep lainnya.
b. Belajar efektif (bermakna) akan
terjadi apabila pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan konsep (pengetahuan
yang telah dimilki oleh pelajar).
Peta konsep merupakan strategi atau cara mendesain materi (content) pelajaran. Pada wujud fisiknya,
peta konsep sebagai desain materi memiliki 4 karekteristik, yaitu (Hizam Zaini,
2002):
1) Memiliki konsep ide pokok atau kata kunci;
2) Memiliki hubungan yang mengaitkan antara satu konsep dengan konsep lain;
3) Memiliki label yang membunyikan arti hubungan yang mengaitkan antar konsep
tersebut; dan
4) Desain itu berwujud sebuah diagram atau peta yang merupakan satu bentuk representasi konsep-konsep dari
materi pembelajaran.
Menurut Dahar (1989), dalam peta konsep dapat diterapkan
untuk berbagai tujuan antara lain: (a) menyelidiki apa yang telah diketahui
siswa, (b) menyeliki cara belajar siswa, (c) mengungkapkan konsepsi yang salah
pada siswa, dan (d) sebagai alat evaluasi.
Peta konsep tepat digunakan untuk penyajian materi yang
bersifat kognitif. Peta konsep membantu siswa melakukan pembelajaran yang lebih
bermakna, peta konsep akan membuat rangkaian yang bermakna, sehingga ingatan
lebih kuat menyiapkannya. Strategi peta konsep sebagai strategi pembelajaran
untuk materi kognitif juga sesuai dengan prinsip pembelajaran demokrasi yang
berpijak pada keaktifan siswa. Penggunaan peta konsep telah digunakan oleh
Badan Standar Nasional sewaktu melakukan penilaian buku-buku pelajaran. Peta
konsep selain sebagai desain materi pembelajaran, juga dapat digunakan sebagai
strategi pembelajaran dan model penilaian.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isi dari Civic Knowledge sebagaimana
dikemukakan MS. Branson diatas adalah untuk konteks pengajaran civic di Amerika
Serikat sehingga wajar isinya berkaitan dengan isi civics di Amerika. Model pembelajaran PKn harus disesuaikan
dengan tujuan mata pelajaran PKn, yaitu agar siswa mampu berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif; berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab,
dan bertindak secara cerdas; berkembang secara positif dan demokratis dan mampu
berinteraksi dalam hubungan antar warga.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
B. Saran
Kepada Rakyat Indonesia diharapkan
bisa menerapkan nilai-nilai pancasila dalam melakukan pembelajaran untuk
mengembangkan Civic Knowledge dalamm bidang pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syukur,
Abdul. (2013). Penerapan pengembangan
civic knowledge. [Online]. Tersedia:http://abdulsyukurce.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/21/penerapanpengembangan-strategi-pembelajaran-pendidikan-kewarganegaraan-pknaspek-pengetahuan-kewarganegaraan-civic-knowledge-aspek-sikap-kewarganegaraan-civic-disposition-aspek-keterampilan-kewa/ [12
Mei 2018]
Hamidani. (2014). Pembelajaran Pkn Untuk Mengembangkan. [Online]. Tersedia: http://hamidani18.blogspot.co.id/2014/10/pembelajaran-pkn-untuk-mengembangkan.html [12 Mei 2018]
Post A Comment:
0 comments: